Bumi yang sejak hari pertama kita dilahirkan menjadi rumah tempat kita berpijak ini telah memberi kita sumberdaya (tanah, air, pangan, energi, dll) untuk mempertahankan 7 miliar penduduknya, pada saat bersamaan setiap tahunnya 1/3 dari pangan yang diproduksi di dunia – sekitar 1,3 miliar ton – terbuang dan menjadi limbah. Inilah ironi dari sebuah peradaban manusia dimana limbah makanan menjadi salah satu kontributor terbesar dampak lingkungan. Maka bayangkan ketika planet yang kita tempati ini enggan menyediakan lagi sumberdayanya. Apa pula yang akan terjadi?
Think-Eat-Save ialah tema yang diusung oleh UNEP bekerjasama dengan FAO (Food & Agriculture Organization) dalam rangka merayakan Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2013 (World Environment Day 2013). Tema “Think – Eat – Save” adalah mengajak penduduk dunia agar lebih sadar atas dampak lingkungan dari kebiasaan membuang-buang makanan dan lebih kritis serta bijak memilih makanan, karena bagaimanapun hal ini berkaitan dengan kemampuan alam menyediakannya untuk manusia. Bukan hal yang mudah dan instan untuk menjaga lingkungan hidup dengan slogan “Think – Eat – Save”. Namun hal ini juga bukan hal utopia yang tidak mungkin bisa kita lakukan. Kita patut bersyukur lahir sebagai bangsa Indonesia yang hidup di tanah yang ‘memanjakan’ kita dengan menyediakan beraneka ragam sumberdaya. Kita bisa mengkonsumsi berbagai macam sayuran dan buah-buahan yang tidak membahayakan lingkungan hidup apabila ia menjadi limbah. Lalu bagaimanakah seharusnya kita bersikap untuk menghargai semua anugerah tersebut? Akankah kita justru merusak lingkungan kita? Konsumsi masyarakat dalam kurun waktu satu bulan sekali, mengkonsumsi ayam mencapai 91%, ini lebih besar dibandingkan konsumsi daging merah yang hanya 77%. Sementara itu dalam mengkonsumsi produk yang dihasilkan daerahnya sendiri berupa umbi-umbian lokal tercatat 36,4%. Sisa sampah organik terutama makanan hanya 2,2% yang dikomposkan, selebihnya dibuang dan menjadi beban lingkungan yang terus bertambah. Pada bidang pertanian, terjadinya limbah akan selalu terjadi sejak awal proses. Dan semua ini membawa pengaruh pada munculnya emisi gas rumah kaca. Oleh karena itu, penting untuk kita berpikir terlebih dahulu sebelum mengkonsumsi makanan. Hal yang harus kita pikirkan ialah jangan sampai makanan yang kita konsumsi itu bersisa banyak sehingga terbuang dan pada akhirnya justru mencemari lingkungan. Sehingga, ada baiknya kita mengkonsumsi makanan secukupnya saja. Kemudian, kita juga harus mengetahui informasi makanan agar lebih bijak dalam memilih makanan. Sehingga kita bisa mengkonsumsi makanan yang dapat memberikan energi dan kesehatan tetapi tidak merusak lingkungan sekitar kita. Lingkungan sekitar kita telah banyak menyediakan sayur-sayuran, daging, dan buah-buahan yang sifatnya lebih bersahabat dengan alam. Oleh karena itu, sebaiknya konsumsi makanan-makanan berbungkus instan itu dikurangi. Karena bungkus makanan instan sendiri sulit teruarai oleh tanah. Jadi, ketika bungkus-bungkus makanan instan itu dibuang tidak akan membusuk namun akhirnya justru akan mencemari tanah.
0 komentar:
Posting Komentar